
"Forum Pemred Media Blora gelar podcast bedah kasus Hukum seleksi Perades di Blora, yang mengundang Dr. Budiyono, Dosen Fakultas Hukum dan Juru Bicara Pemantau Keuangan Negara, Seno Margo Utomo, dan Abas A Darsono, Wartawan senior Blora"
Laporan : Redaksi
Membedah Penanganan Baru Kasus Perades Blora (Bagian 1 bersambung)
BLORA – PERSOALAN seleksi Perangkat Desa (Perades) di Blora, masih menyisakan bom waktu. Dan cepat atau lambat bom waktu itupun akan meledak. Bila itu terjadi, tentu akan terjadi kegaduhan besar. Karena akan banyak pihak terseret dan berurusan hukum .

Yang jelas kasat mata, panitia, Perades yang jadi, Kades (Penanggungjawab), pihak penyelenggara ujian CAT (Computer Assisted Test), ‘broker’ atau pihak-pihak lain bisa menjadi ‘bidikan’ baru APH dalam kasus Perades Blora tersebut.
Kondisi ‘chaos’ ini terjadi setelah muncul kabar, Polda Jateng turun tangan menangani kasusnya . Dan sudah beberapa pihak dari beberapa desa di Blora yang dipanggil ke Polda Jateng diperiksa terkait gonjang-ganjing persoalan Perades tersebut.
Tentu yang jadi pertanyaan besar?. Kenapa Polda Jateng turun tangan, sementara ada jajaran di bawahnya yakni Polres Blora yang sebelumnya telah menangani kasusnya. Ini lah bagian ‘misteri’ bom waktu yang ditunggu ledakannya.
Yang jelas, publik menyakini ada indikasi kuat, ada yang tidak beres dalam penanganan kasus Perades di lewel kepolisian tingkat bawah sehingga Polda turun tangan. Rumor ini juga dikuatkan adanya penangkapan tiga warga Blora oleh Bareskrim Polri yang konon punya keterkaitan di pusaran besar kasus Perades Blora tersebut.
Kegalauan Besar
Mengapa persoalan Perades Blora memunculkan kegalauan besar. Karena prosesnya, dianggap terjadi banyak penyimpangan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Seno Margo Utomo juru bicara PKN (Pemantau Keuangan Negara) salah satu Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) di Blora yang selama ini getol menyoroti proses perekutan Perades Blora.
Dalam Podcast Bedah Kasus Proses Hukum Perades yang digelar Forum Pemred Media Blora di Chara Kafe Blora (19/7/22), Seno Margo Utomo membeberkan dugaan berbagai pelanggaran dalam perekrutan Perades di Blora tersebut.
Ada tiga persoalan besar dikritisi lembangaya. Pertama : Proses perekrutan. perekrutan Perades Blora ini jumlahnya terbanyak di Jawa Tengah. Dalam proses ini seperti ada pemaksaan. Karena sesuai dengan Perda yang di masing-masing daerah, dua bulan setelah terjadi kekosongan Perades harus segera diisi secara mandiri
Sedang Perekrutan Perades di Blora seperti dipaksakan. Karena sudah beberapa tahun dihentikan dan sudah ditunggu-tunggu, kemudian dilakukan serentak. Padahal dari sisi kemampuan keuangan daerah diketahui tidak sebanding.
“Kemampuan untuk merekrut, tidak sebanding dengan kemampuan daerah untuk membayar gaji. Karena kemampuan untuk membayar hanya cukup tiga bulan. Tapi sejak Januari perangkat desa baru itu sudah dilantik. Ada indikasi ini untuk mengejar proses. ” kata Seno.
Juga dari sisi pelayanan publik. Banyak desa yang mestinya hanya butuh dua-tiga perangkat, tapi ada desa yang membuka sampai 9 formasi.
Yang Kedua dari sisi omset dari nilai. Dari 857 formasi yang dibuka itu, diindikasikan ada unsur jual beli yang nilanya mencapai Rp. 200 M. Perkiraan angka Rp. 200 M itu, berasal dari angka terendah Rp. 50 juta (awal) yang selanjutnya bertambah menjadi Rp.200 juta hingga Rp.300 juta. Sehinga tidak heran bila uang panas yang beredar di proses Perades ini bisa mencapai Rp. 200 M.
Yang Ketiga: kasus Perades adalah kasus besar karena melibatkan leader dari level Desa sampai level tertinggi di birokrasi. Hal ini bisa dilihat dari settingan pelaksanaan CAT berjamaah. Juga adanya regulasi yang berubah-ubah.
Sehingga terjadi kebijakan yang mencla-mencle “Yang awalnya kebijakan proses Perades itu ada di Pemkab, setelah kasusnya ramai, dialihkan menjadi kebijakan di desa” ungkap Seno.
Dan kondisi ini, menurut mantan Anggota DPRD Blora, akan mengancam masa depan Blora. Karena hilangnya anggaran desa yang besar yang diperoleh dari negara yang disalurkan lewat DAU Kabupaten. “, papar Seno.
Disisi lain Seno juga menyoroti, sejak dari awal perekrutan, seleksi Perades sampai pelantikan terindikasi terjadi pelanggaran-pelanggaran. Oleh karenanya PKN dari awal sudah meminta agar proses perekrutan Perades itu dibatalkan.
PKN juga telah melaporkan adanya pelanggaran -pelangaran proses Perades itu ke APH (Aparat Penegak Hukum) Polres, Kejaksaan, bahkan juga sampai ke KPK. Hanya respon dari APH untuk menindaklanjuti laporan itu lambat.
“Laporan pertama bulan Februari, sampai sekarang baru dua kasus yang naik sampai persidangan. Sehingga ada kesan kasus ini memang diperlambat penanganannya “, terang Seno.
Moral Penyidik
Doktor Budiyono, SH, MH praktiksi hukum dari Yogyakarta yang juga jadi nara sumber dalam Podcast Bedah Kasus Proses Hukum Perades Blora menyoroti, proses peradilan kasus Perades Blora sangat dipengaruhi moralitas APH.
Seperti kebijakan untuk melakukan penahanan atau tidak dari tersangka atau terdakwa yang kini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri di Blora.
Dia mengatakan kewenangan untuk menahan atau tidak tersangka (terdakwa-red) menjadi kewenangan penyidik baik penyidik dari Kepolisian maupun Penuntut Umum dari Kejaksaan dam Hakim
“Karena itu hak prerogatif dari aparat penegak hukum. Namun juga perlu diperhatikan azas moralitas hukumnya”, tandas Budiyono.
Karena tujuan penahanan adalah agar tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti, maupun mengulangi perbuatannya, itu tergantung dari moralitas APHnya,.
Terkait moralitas APH, Budiyono menyitir pesan Profesor Satjipto Rahardjo Guru Besar dan Pakar Hukum Undip yang menjadi Pembimbing S2 , yang mengatakan ” Berikan saya 100 APH yang baik, untuk melaksanakan UU yang buruk, maka penegakan hukum akan menjadi baik. Demikian sebaliknya UU yang baik tidak akan berjalan baik, kalau aparat penegak hukumnya buruk,” ujar Budiyono.